Jumat, 07 September 2018

My Exchange Story: Kakak di Thailand Pakai Bahasa Apa?

Pelaksanaan Geela Sii (Sport day)

Bulan Juli sampai Agustus 2018 tadi gue ikut acara pertukaran ke Thailand. Soal acaranya gimana gue akan bahas belakangan ya. Singkatnya sih itu sejenis PPL tapi kita gak cuma ngajar pelajaran sekolah tapi juga Bahasa dan Budaya Indonesia.

Banyak yang nanya, "Kak, pas di sekolah ngajarnya pakai bahasa apa?" atau "Kak, komunikasi sama orang-orang sana pakai bahasa apa?"

Langsung gue jawab ya:
Jadi komunikasi hampir 90% menggunakan Phasa Thai (Bahasa Thailand), sebagian Bahasa Inggris, dan lainnya Bahasa Melayu Patani.

Terus muncul lagi pertanyaan, "emang sebelumnya ada training bahasa Thailand dulu kak?"

Jawabannya: sama sekali tidak ada.

Wih gue nulisnya kek formal banget ya wkwk
Ya intinya gak ada lah ya.

Awalnya program ini mensyaratkan pesertanya bisa dan mengerti bahasa Melayu (yang kek dipakai orang Malaysia gitu loh). Nah ternyata, penempatan sekolahku itu di Provinsi Songkhla yang mana disitu masyarakat muslim bukan lagi sebagai mayoritas seperti di Provinsi Yala, Pattani, dan Narathiwat. Dan bahasa sehari-hari mereka menggunakan Bahasa Thailand.

"Loh, terus komunikasinya gimana dong?"

Pertama, alhamdulillahnya waktu minggu pertama kita sempat tinggal serumah dengan anak KKN-PPL dari Universitas Negeri Malang yang sudah 3 bulan di Thailand. Nah mereka inilah yang membantu aku belajar menyesuaikan diri dengan istilah-istilah yang sering dipakai di sekolah.

Kedua, pihak sekolah menyediakan guru pendamping yang bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Dan kebetulan guru ku itu adalah guru Phasa Thai, jadi bisa sekalian belajar bahasa Thailand dengan beliau.

Ketiga, di rumah terpaksa menggunakan bahasa Thailand. Setelah 3 hari bersama anak UM, kita pindah ke rumah keluarga angkat kita. Dan tebak yang bisa bahasa Inggris hanya anaknya yang saat itu sakit, tentu gue gak tega gangguin dia terus kalau mau apa-apa. Akhirnya gue mendownload aplikasi kamus bahasa Thailand, and it works!

Saat itu gue pengen nyuci baju karena baju bersih gue semuanya abis. Gue bilang, "Chan au Sak Pha" (saya mau nyuci baju). Alhamdulillah Mamanya ngerti hehe

Keempat, di sekolah aku punya kenalan beberapa murid yang bisa berbahasa Melayu Patani (ini hampir tidak mirip dengan bahasa Melayu Malaysia, jauhlah pokoknya. Jadi harus pelan-pelan ngomongnya).

Jadi anak-anak ini yang mengajarkan ku berbahasa Thailand. Aku juga nanya-nanya soal kebudayaan Thailand dengan mereka. Tapi jumlah anak-anak ini sangat sedikit. Dan mereka hanya menggunakan bahasa Melayu di rumah, sehingga kalau kita tidak menanyakannya atau mereka tidak bilang bisa ngomong itu kita juga gak bakalan tau.

Terakhir, gue sudah punya dasar Phasa Thai juga jadi belajarnya gak lama. Hanya mengingat-ingat lagi apa yang dulu pernah gue pelajari karena sempat terhenti sekitar 1 tahun.

Oh ya, selain itu gue juga sering nanya sama anak-anak sebelum ngomong, "Khun puut Phasa Anggrit dai mai?" (Kamu bisa ngomong bahasa Inggris gak?)

Pertanyaan terakhir, "Terus di kelas pakai bahasa apa?"

Tetep ya, "Bahasa Inggris." Wkwk

Tapi udah aku campur sama bahasa Thailand dan ngomongnya dipelankan.

Kalau masuk sama guru pembimbingnya pasti diTranslate-in kalau anak-anaknya gak ngerti. Tapi aku sempat disuruh masuk sendirian juga kan, akhirnya aku berusaha mengeluarkan semua kemampuan bahasa Thailandku. Wkwk


Nah itu lah cerita seputar bahasa yang gue gunakan saat pertukaran di Thailand.

Gimana puas?

Kalau belum ya puas-puasin lah.

Next post gue akan menjawab pertanyaan lainnya dari netizen.

Terima kasih.

Senin, 25 Desember 2017

TITIK JENUH

Doc. Penulis

Akan ada saat dimana kita berada dalam titik jenuh. Dan disanalah saat ini aku berada.

Ya mungkin karena aku tak mengerti bahwa hidup tak selalu bisa aku tentukan kemana arahnya akan membawa kita pergi. Atau mungkin karena harapan yang jauh terlalu tinggi dari ekspektasi.

Siapa yang tahu...

Entahlah... Kita mungkin punya visi dan misi yang berbeda, hingga itu yang membuat kita selalu berlawanan. Mereka mendukungmu.

Dan aku?

Aku akhirnya lelah sendiri. Sampai pada titik jenuh ini.

Pernahkah kau merasa berjuang sendiri?

Ketika harapanmu sangat tinggi, tapi yang lain seakan acuh tak acuh dengan apa yang kau cita-citai. Padahal apa yang kamu perjuangkan bukan untuk hal yang kamu nikmati pribadi.

Setinggi apapun semangatmu, sebesar apapun harapapunmu, dan sekuat apapun kamu berjuang untuk semua itu, rasanya tak akan berarti kalau hanya sendiri.

Lama-lama... Semua itu akan sirna.

Lama-lama... Semua itu tak lagi ada gunanya.

Punya skill tinggi tapi tak punya kontribusi? Ya percuma.

Kawan. Saat kau bekerja dalam tim, ingatlah ini.

Saat kau menganggap dirimu terlalu sibuk, tanyakan lagi, memangnya rekan satu timmu pengangguran yang kerjanya hanya duduk santai di rumah?

Saat kau menganggap dirimu tak bisa melalukan sesuatu, tanyakan lagi, memangnya tak ada yang mau mengajarimu? Atau jangan-jangan kamu yang tak mau belajar.

Kawan...

Aku juga punya titik jenuh.

Ketika kalian sama-sama acuh, tahukah kalian?

Semangatku juga mulai turun!

Cita-citaku tak lagi sebesar dulu!

Dan bahkan, kadang aku merasa tak kuat memperjuangkannya sendirian.

Ah...

Atau mungkin...

Aku yang tak mengerti kalian...


Banjarmasin, 6 Desember 2017

Diupload tanggal 25 Desember 2017, masih di Banjarmasin (belum libur)

Senin, 04 Desember 2017

BERSYUKURLAH


Mentari pagi bersinar, membawa keceriaan pada siapapun yang ia kenai. Burung-burung terbang dengan kicau merdu dalam melodi pagi yang seakan menari-nari.

Namun, ada satu yang nampaknya tak sebahagia burung-burung itu hari ini.

Orang itu adalah diriku sendiri.

Yang terus-terusan mengeluh atas hidup yang kadang kuanggap terlalu keras untuk dijalani.

Mulai dari tugas kuliah yang memanggil-manggil untuk dicandai, hingga tugas organisasi yang tak mau kalah ingin juga mendapat perhatian dan disayangi.

Ahh...

Aku hanya bisa mengeluh, mengeluh di atas penderitaan yang aku ciptakan sendiri.

Aku tak akan menyalahkan siapapun, apa lagi sampai menyalahkan sang Ilahi.

Karena aku tahu, semua ini karena aku tak pernah menyukuri apapun yang Tuhan berikan untuk aku yang tak tahu diri ini.

Bersyukurlah.

Bersyukurlah, karena semua rasa menderita muncul karena kita kurang bersyukur.

Bersyukurlah.
Bersyukurlah.



Banjarmasin, 4 Desember 2017

Selasa, 11 Juli 2017

KABAR DARI MASA LALU

Kupandangi bangunan ini, menatap sekeliling dengan senyuman dari hati. Tempat ini menjadi saksi, saat aku menatap senyum dan tawamu untuk terakhir kali.

Bagaimana kabarmu hari ini? Sudah berapa bulan kita tak pernah berjumpa lagi. Semoga kamu selalu baik-baik dengan-Nya di sisi, tak perlu kwatir doaku selalu menyertai.

Bulan ramadhan tadi aku berjumpa dengan ibumu lagi. Masih sama seperti terakhir kali aku temui. Aku tak bisa berkata banyak hanya diam dan berdoa dalam hati, semoga ibumu selalu tegar dengan kenyataan ini.

Tangis takkan mengubah apa yang telah terjadi, tangis pun tak akan mengembalikan kau pada kami. Walau lewat tangis setidaknya engkau tahu bahwa bagi kami, kau sangat berarti. Tapi aku tahu, tangis akan membuatmu sakit nanti.

Kau tahu? Mengingatmu membuatku selalu menyadari bahwa di dunia ini tak ada yang abadi. Mengingatmu juga membuatku memahami bahwa cinta tak hanya soal kata mencintai tapi juga peduli.

Kamis, 06 Juli 2017

UNTUKMU YANG BERJUANG DENGAN KEJUJURAN

Pengumuman hasil studi dimulai
Setelah lama menanti hasil yang tak pasti
Akhirnya satu persatu nilai mulai menampakkan diri

Mulai banyak yang menyesali
Kenapa tak itu, kenapa tak ini?
Memangnya apa yang salah dengan hasil ini?

Ingatlah kawan...
Kau tak perlu bersedih atas apa yang kau dapatkan dengan perjuangan...
Kau tak perlu bersedih atas apa yang kau dapatkan sendirian...
Bukan bantuan, tapi dengan mengandalkan ilmu yang sudah kau dapatkan...

Ingatlah kawan...
Kau tak perlu malu atas mengerikannya hasil kejujuran...
Kau tak perlu malu atas ocehan-ocehan mereka yang mereka lontarkan...
Kau tak perlu malu meskipun akhirnya kau mereka remehkan...

Tak apa kawan...
Tak apa ketika engkau harus mengulang mata kuliah tahun depan...
Setidaknya kau tahu kesalahan dan tahun depan kesalahan itu tak boleh kau ulang...

Yang perlu kau tahu...
Kau hanya harus malu...
Ketika uang kuliah yang orang tuamu bayarkan dari hasil jerih payah dan keringatnya itu tak engkau ganti dengan ilmu...


Find me on
Instagram @hfwaskan
Facebook: Hafizah Fikriah W
Youtube: Hafizah F. Waskan

Jumat, 23 Juni 2017

SALAH KITA

Siapa suruh tak bertanya?
Siapa suruh tak membaca?
Siapa suruh tak memahami maksudnya?
Siapa suruh jadi mahasiswa?

Ah...
Saya yang salah...
Saya yang tak bertanya...
Saya yang tak mengerti maknanya...
Tapi apa saya salah sebagai mahasiswa?

Ah mungkin bagi kalian tak seberapa!
Bukan masalah nilai, tapi masalah rasa.
Bagaimana rasanya seperti orang yang tunduk pada sesuatu yang tidak kita suka?
Bagaimana rasanya ketika kita dipaksa peka, tapi mereka sendiri tak mau tahu apa-apa?
Bagaimana rasanya ketika kita terpaksa karena takut dengan penguasa?

Ah... Sudahlah...
Ini salah kita...

Senin, 12 Juni 2017

TAK APA, MUNGKIN LAIN KALI

Ah maafkan.
Lain kali akan kusembunyikan.
Tak apa dengan anggapan kalian.
Lain kali aku takkan menyuarakan.
Tak apa dengan apa yang kalian pikirkan.
Lain kali akan kalian rasakan.
Lain kali akan muncul dalam ingatan.

Aku tak akan mengatakan maaf karena aku tak bisa bicara omong kosong.
Aku tak akan mengatakan maaf karena aku bukan sosok yang ingin dipandang sombong.
Aku tak akan mengatakan maaf untuk sesuatu yang memang harusnya tersimpan di kantong.

Apapun itu... Tak apa.
Mungkin bukan waktunya.
Apapun itu... Tak apa.
Mungkin bukan saatnya.
Apapun itu... Tak apa.
Sejauh ini, aku masih baik-baik saja.